image1 image2 image3

HELLO I'M YUDIANTO|WELCOME TO MY PERSONAL BLOG|I LOVE TO DO CREATIVE THINGS|I'M MUSLIM

5 Pelajaran Berharga Studi Teknik di Italia Nomor 3 yang Bikin Ingin Nangis


Saya masih ingat betul saat itu ketika saya berdoa agar bisa mendapatkan beasiswa untuk studi otomotif di Eropa, dan sekarang saya mendapatkannya.

Saya harus sadar dengan kapasitas saya, kecerdasan berfikir dan bahkan latar belakang pendidikan saya. Tapi sungguh, saya benar-benar memiliki tekad kuat untuk bisa menjadi orang dengan level yang lebih tinggi dan mampu bersaing dengan orang-orang terbaik dari belahan dunia lain. Yang pada akhirnya dapat mengangkat kebodohan dari diri saya, menjadi bermanfaat untuk pribadi saya, orang tua, keluarga, orang-orang terkasih di sekitar saya dan tentu saja negara yang telah membiayai saya sampai sejauh ini. Sampai sekarang saya masih mempunyai komitmen ini. Semoga akan selalu terjaga.


Percayalah teman-teman, jika kalian adalah followers Instagram atau berteman di Facebook dengan salah seorang yang sedang belajar di luar negeri, janganlah berfikir hanya dalam satu pandangan saja. Bahwa bisa jadi yang ada di bayangan kalian adalah kebahagiaan studi di luar negeri, salju, jalan-jalan atau bahkan foto-foto dan makan enak. Sebenarnya bisa jadi mereka memiliki sisi penderitaan, perjuangan lain yang tidak sanggup mereka bagikan dengan orang lain di jejaring sosial media mereka.


Saya adalah mahasiswa teknik di Politecnico di Torino, salah satu perguruan tinggi ternama di Italia. Sekarang saya sedang menempuh jenjang magister di bidang Automotive Engineering. Tujuan saya untuk menulis artikel ini adalah agar teman-teman yang sedang berjuang untuk meraih mimpi yang sama dapat mempersiapkan diri dengan berbagai hal yang kurang menyenangkan agar nantinya kalian lebih siap dan lebih mantap dalam menentukan langkah.



1. Jangan pernah berpikir kalau kamu di tolak di universitas idamanmu adalah hal yang buruk, bisa jadi bahkan sebaliknya.


Kata temanku,”If you want to study bussiness, go to US; if you want to master the fashion, go to Paris; If marketing is your passion, study it in London; If you want to be an engineer, Germany is the best for you!


Pandanganku juga sama. Bidangku adalah teknik, aku dulu sangat mengidam-idamkan Jerman sebagai negara untuk studiku. Dulu aku pkir, akan menjadi pilihan yang sangat tepat jika aku bisa melanjutkan jenjang studiku di Jerman untuk belajar otomotif. Aku berusaha keras, aku berdoa, aku mendaftar universitas sana-sini, ikhtiar dan doa sudah aku lakukan untuk bisa studi di sana. Tapi Allah memberikan jalan yang lain. Usaha dan doaku belum dikabulkan untuk ini.


Jerman punya Daimler, BMW, Mercedes Benz dan teknologi yang menjadi kiblat teknik di dunia. Bidang otomotif juga sangat maju di sana, industri 4.0 dan hal canggih lainnya. Namun, pada akhirnya aku juga menyadari bahwa Italia mempunyai Ferarri, Lamborghini, Fiat, dan aku sangat bersyukur bisa diterima dan sekarang bisa studi di Politecnico di Torino, di kota Turin, Italia bagian utara. Aku selalu meyakinkan diriku bahwa ini adalah yang terbaik yang Allah berikan kepadaku.dan aku selalu meyakinkan diriku bahwa aku akan mampu menyelesaikan ini dengan sebaik-baikya, meskipun sebenarnya sangat berat yang aku rasakan sekarang.


Aku semakin menyadari kapasitasku di sini, dan akhir-akhir ini aku berfikir, sepertinya saya beruntung karena tidak diterima di Jerman. Studi teknik di Italia saja sesulit ini, bagaimana jadinya jika aku studi di Jerman?! Agak membanding-bandingkan, dan tentu ini relative. Tapi inilah yang aku rasakan selama ini. Saya memiliki teman dari Jerman yang sedang exchange selama satu semester di sini. Bahkan dia bilang kalau studi di sini jauh lebih mudah dibandingkan di negaranya.


Lebih mudah!!?” yang begini saja aku sampai jatuh bangun, ya Allah kuatkanlah.



2. Perhatikan background studi dan jurusan yang akan kamu ambil, jika kurang relevan, mantapkan diri kamu dan siaplah menerima konsekuensinya, seperti saya


Saya adalah alumni jurusan Pendidikan Teknik Otomotif di Universitas Negeri Yogyakarta. Sekarang saya studi S2 di Politecnico di Torino, Italia dengan jurusan MSc Automotive Engineering. Terbaca sangat relevan, tapi sebenarnya tidak.


Saya bergelar S.Pd, bukan S,T. Artinya saya dididik untuk menjadi pengajar, atau kasarnya bisa dikatakan saya adalah alumni yang selama masa studi sarjana diajarkan untuk menjadi guru SMK Otomotif, bukan sebagai engineer. Mata kuliah Teknik saya sangat lemah, materi dasar teknik mesin diajarkan dengan tidak terlalu mendalam selama S1.


Sedangkan sekarang saya mengambil S2 di jurusan teknik murni dan dididik untuk menjadi Engineer. Terasa sangat berat rasanya ketika tiba tiba muncul istilah 2nd order differential equation, Fourier Transform, Laplace Transform, Jacobian Matrix, Dynamic, Kinematic. Bahkan bagiku, untuk memahami istilah, stress, strain, deformation, curvature, seperti, butuh sedikit waktu untuk loading agar bisa paham.


Sebenarnya saya sudah mengira hal ini akan terjadi, aku sudah berusaha ntuk mempersiapkan baik secara mata kuliah, atau persiapkan mental saya, tapi pada kenyataannya apa yang aku persiapkan ini masih kurang. Sesak dan pengen nangis rasanya ketika dua minggu pertama kuliah dan benar-benar tidak mengerti apa yang dijelaskan di kelas. Berat sekali rasanya. Tapi aku harus menerima konsekuensi ini.


Jadi jika kamu ingin melanjutkan studi dengan pilihan jurusanmu, jadikan hal ini untuk menjadi salah satu pertimbangan. Mengejar ketertinggalan ini tidak mudah teman-teman. Apalagi ketika teman-teman dekatmu yang berasal dari negara lain, saat setelah ujian dan nilai satu persatu keluar, ada yang dapat nilai sempurna, ada yang nilainya medium, ada juga yang failed. Malu rasanya saat sharing dan megatakan,”aku failed” Kegagalan ujian pertama sepanjang sejarah perjuangan pendidikan selama hidup saya.


Meskipun memang kenyataannya failures itu sangat biasa di sini, bachelor saja yang normalnya hanya membutuhkan waktu 3 tahun, tidak sediki yang baru bisa lulus dengan masa waktu 4 tahun. Apalagi master degree, yang normalnya membutuhkan waktu 2 tahun, bisa extend hingga 2,5 sampai 3 tahun. Naudzubillah, semoga Allah memberikan kemudahan untuk saya dan kita semua dan kita semua lulu secepatnya dengan nilai dan hasil non akademik yang sangat memuaskan.


3. Jika kamu berfikir studi mu selama ini sudah keras, kamu salah! Butuh lebih dari keras untuk studi di sini


Jujur ketika saya kuliah S1 dulu, belajarku hanya biasa-biasa saja, bisa dikatakan “ah, asalkan masuk kelas, ngerjakan tugas sesuai instruksi, sama ndengerin penjelasan doses selama di kelas, pasi lulus deh,,

Tapi hal itu benar-benar tidak bisa diapikasikan jika studi teknik di sini. Tapi hal ini sebenarnya relatif untuk setiap orang. Ada temanku dari negara lain, dia bisa paham hanya dengan mendengarkan penjelasan di kelas, pas ujian, dapat nilai sempurna. Ada juga, yang seperti saya, yang harus belajar lagi setelah mendengarkan kuliah, harus latihan lagi, dan baca lagi agar bisa paham. Jika kamu orang yang jenius, topik ini tidak akan masalah bagimu. Tapi kalau kamu adalah orang yang biasa-biasa saja, belajar keras saja tidak cukup.


Dulu ketika studi S1 saat setelah ujian dan menunggu nilai keluar, ekspektasi yang pikirkan adalah,” dapet nilai apa ya ? dapet A atau A- yaa? Cum Laude nya dapat IPK 3,5 lebih berapa yaa?” rasanya sangat menyenangkan.


Tapi di sini, jangankan untuk Cum Laude, untuk lulus di nilai kriteria minimal kelulusan saja rasanya sangaat beraat.

Grade penilaian di sini maksimal adalah 30 dan 30L (30 con Laude) atau Cum Laude lah istilahnya. Cum laude itu di sini hanya untuk mereka yang mendapatkan nilai lebih dari sempurna. Nilai sempurna adalah 30, jika memang mahasiswanya excellent banget, mereka dapat mendapatkan point tambahan dan baru bisa dikatakan Cum Laude (30L). Sedangkan passing grade atau nilai KKM adalah 18 points. Bagiku untuk mendapatkan nilai 18 ini rasanya sudah sangaaat berat. Seakan-akan predikat lulusan terbaik, lulusan Cum Laude ku selama S1 benar-benar tidak mempunyai efek apapun di sini.


Saya sangat merasa paling bodoh di sini. Dua minggu pertama saya belajar di sini, saya benar-benar tidak bisa memahami apa yang disampaikan oleh dosen. Benar benar merasa sangat bodoh. Kadang-kadang saya iri dengan teman-teman lain yang mampu mengikuti dengan baik.


Refleksi semester pertama ini pun aku bisa mengatakan bahwa hasil belajarku gagal total. Atau bahkan sangat buruk. Nilai jelek, target belum tercapai, sedih sekali rasanya. Saya jadi lebih sering mengadu kepada Allah untuk semua yang aku rasakan selama ini, aku meminta agar dimudahkan, dikuatkan, dan menjadi barokah. Berat sekali terasa di dada.


Sering, setelah kuliah selesai, jalan pulang dan tau tau air mata menetes. Saat selesai ujian, keluar ruangan dan tiba-tiba air mata mengalir di pipi. Saat curhat ke teman, tiba tiba suara tidak bisa keluar karena sesak di dada merasakan ini semua. Baru kali ini saya merasakan beratnya belajar dan beban yang dirasakan. ya Allah, mudahkanlah, kuatkanlah, lancarkanlah.


4. Oral exam, ini sangat challenging


Oral exam adalah tantangan berat juga di sini. Oral exam atau ujian lisan adalah bentuk ujian yang kamu harus bisa menjawab, menerangkan, menjabarkan, dengan lisan secara langsung kepada professor di mata kuliah terkait. pakai Bahasa apa? For sure pakai Bahasa Inggris!. Ujian ini hanya bisa diikuti ketika sudah lulus ujian tulis.


Aku awalnya berfikir ini akan seperti wawancara biasa seperti saat wawancara kerja, wawancara beasiswa atau seperti ujian speaking di IELTS. Tapi ternyata ini sangat berbeda. Kita harus mengingat semua konten penting yang diajarkan di mata kuliah kamu, mengingat rumus, paham dan bisa bagaiamana menerangkan asalmula dan penjabaran rumus, bahkan dengan langsung menerangkannya kepada professor di selembar kertas.


Jika yang harus dipelajari hanya 20 halaman sih tidak masalah. Tapi yang menjadi permasalahannya adalah jika materinya satu atau dua buku. Contohnya, ada satu mata kuliah yang bebannya hanya 6 ECTS (atau bisa dikatakan jumlah SKS terendah kalau dibayangkan SKS di Indonesia), beban 6 ECTS ini membahas satu buku penuh dengan tebal 700 halaman dengan berbagai definisi, penjelasan dan contoh. Karena pertanyaan dari Professornya random, jadi kita harus bisa mengingat semua konten di buku itu. Saat pertama kali aku mengikuti ujian lisan ini, aku shock berat saat melihat teman-teman di sini bisa menjelaskan dengan sangat sangat panjang lebar, sedangkan aku hanya bisa biasa biasa saja.


Yang menjadi resiko adalah jika kita tidak bisa menjelaskan dengan benar, kita akan bisa mendapatkan nilai minus, yang bisa mengurangi perolehan skor yang telah kita dapatkan di ujian tulis. Sangat sangat menantang. Aku kadang berfikir, pantas saja mereka bisa sangat pintar, ternyata pressure nya seperti ini.


Ujian oral exam pertamaku, aku tidak mendapatkan nilai plus, tapi alhamdulillah juga tidak mendapatkan nilai minus. Skor ku tidak berubah, tetep constant di nilai semula.



5. Niat yang lurus. Ini adalah hal yang seharusnya kamu letakkan di barisan paling depan


Saya percaya bahwa “something happens for good reasons”. Saya harus selalu berprasangka baik terhadap Allah, yang sudah mengatur ini semua sesuai rencana terbaik Nya. Meskipun saya gagal, saya sedih, saya merasa kesepian, apapun terasa sangat berat, sendiri, merasa sangat sulit dalam belajar, saya percaya bahwa ini akan baik-baik saja. Bismillah.


Luruskan niat mengapa kamu datang jauh-jauh ke negara lain! Ingat selalu niatkan untuk belajar karena Allah, mengangkat kebodohan dari dalam diri kita dan niatkan untuk memberikan manfaat kepada orang lain. Hal ini memang susah, tapi pelu untuk tetap berusaha untuk melakukan ini.


_____________________


Semoga ini semua menjadi ilmu yang bermanfaat, menjadi pengalaman berharga dan sesuatu yang mampu mengangkat kapasitas diri hingga menjadi level yang lebih tinggi. 

Bersyukur, masih bisa diberikan kesempatan untuk belajar, banyak orang-orang di luar sana yang putus sekolah. Bersyukur, menjadi salah satu yang diberikan kesempatan untuk studi di luar negeri.



“ini hanya masalah dunia dan semua ini kelak akan dipertanggungjawabkan.”


Aan Yudianto
MSc Student in Automotive Engineering
Politecnico di Torino
Italy


Share this:

CONVERSATION

0 comments:

Posting Komentar